Jumat, 24 Oktober 2014

VERSI: TRIBUNMANADO.CO.ID,MANADO  -

Ratusan mahasiswa dari Provinsi Papua yang kuliah di Manado dan sekitarnya melakukan aksi damai di depan Kantor Gubernur Sulut, (21/10). Mereka meminta pemerintah provinsi menyelesaikan persoalan yang ada sehingga proses bermasyarakat berjalan normal.

"Aksi damai ini adalah aksi bisu. Kami minta tidak minta apa-apa kami hanya minta tidak ada diskriminasi bagi kami orang Papua di Manado, Sulawesi Utara. Kami ingin ada perlindungan dari pemerintah supaya semua aman, nyaman dan damai semua. Sebab kami datang untuk menempuh pendidikan di sini," kata Hizkia Maege, Ketua Komite Nasional Papua Barat, Konsulat Indonesia Timur kepada Tribun Manado.

Ada beberapa mahasiswa yang berganti-gantian melakukan orasi. Mereka berulang- ulang meminta agar rekan-rekan mereka di Tondano juga mendapat perlindungan aparat. Begitu juga pengiriman jenazah korban rusuh di Desa Tataaran, Tondano agar difasilitasi aparat polisi dan TNI supaya berjalan dengan baik. "Kami datang ke kantor Pemerintah Sulut, hanya untuk mengutarakan kesedihan kami atas meninggalnya salah satu Mahasiswa Papua dalam konflik di Tataaran. Kami menegaskan kami adalah korban, bukan pelaku sebagaimana yang dikabarkan sejumlah media massa, kami ingin damai karena kami tau masyarakat Sulut dengan masyarakat Papua, Torang Samua Basudara," ujar Permenar Wolom, selaku koordinator aksi lapangan.
Aksi ini juga meminta pemerintah provinsi agar melindungi dan membebaskan ratusan mahasiswa Papua yang masih berada di asrama Papua Kamasan dan Cendrawasi Tondano untuk dibebaskan. "Jangan menahan rekan-rekan kami yang di Asrama Papua Tondano, kami minta mereka dibebaskan," pintanya.

Aksi mereka berlangsung dari pagi start di Malalayang hingga sore. Mereka tak mau bubar dari depan Kantor Gubernur Sulut sebelum ada jaminan kepastian jenazah korban rekan mereka sudah akan dikirimkan kembali ke tanah kelahirannya, Papua.
Akhirnya, sekitar tiga jam menunggu, Gubernur Sulawesi Utara DR Sinyo Harry Sarundajang (SHS) berkenan menanggapi aspirasi mereka. SHS menyatakan akan menjamin keamanan mahasiswa Papua yang ada di Sulawesi Utara. Sarundajang juga meminta kepada mahasiswa papua untuk tetap tenang. "Tidak ada diantara kita yang menghendaki ini terjadi, termasuk saya. kejadian seperti ini bisa terjadi dimana-mana, dan kejadian seperti ini yang harus kita hindari," ujar Sarundajang

Gubernur memohon agar semua mahasiswa Papua di Sulut tetap tenang, karena peristiwa seperti yang terjadi tidak dikehendaki oleh semua pihak, siapapun itu. Gubernur menyampaikan telah melakukan koordinasi dengan unsur Forkopimda yakni Polisi, TNI dan pihak Universitas Manado guna mengantisipasi hal lain yang tidak diinginginkan bersama. Sarundajang juga menghimbau kepada ribuan mahasiswa Papua untuk tidak berhenti kuliah dan kembali ke tempat tinggal masing-masing. Diapun berharap agar para mahasiswa Papua tetap berkuliah dengan baik, tetap belajar di Sulut, belajar budaya yang baik. "Setelah berhasil menimbah ilmu barulah kembali ke tanah Papua dan membangun tanah yang dicintai bersama," kata mantan Gubernur Maluku yang berhasil meredam konflik SARA di Ambon ini.

Sementara itu, upaya damai terus ditempuh berbagai pihak untuk menyelesaikan persoalan antara warga Tataaran II Kecamatan Tondano Selatan dan Mahasiswa Papua tak berlarut-larut. Banyak pihak pula mendukung agar permasalahan tersebut segera dituntaskan.
Dampak pecahnya bentrok kedua kubu tersebut, Minggu (19/10) dini hari itu tak kecil. Pasca peristiwa tersebut, Tataaran yang biasanya merupakan daerah ramai, langsung berubah 180 derajat. Sunyi, sepi, warung-warung makan yang biasanya ramai pengunjung, bahkan tak buka. Lalulintas yang biasanya padat merayap, langsung berubah menjadi kesunyian.
Tak hanya itu, trauma mendalam juga dirasakan para mahasiswa Unima. Kampus sunyi, meski perkuliahan tetap jalan. Jangankan mahasiswa, dosen pun tak menampakkan batang hidungnya di kampus. Kos-kosan yang biasanya telah dipenuhi mahasiswa, sunyi. Bahkan banyak yang masih tinggal di kampung halaman. Kalau pun ada yang tinggal di kos-kosan, mereka tak berani keluar kamar.

Pihak kepolisian dan TNI yang telah bekerja keras sejak awal terus meyakinkan warga, bahwa sebagai aparat keamanan, mereka menjaminkan keamanan di wilayah tersebut. Tak ada penyerangan, tak ada yang dilepas, semua dalam kendali mereka dengan penjagaan super ketat.
"Isu yang macam-macam beredar, padahal pada kenyataan tak demikian. Kami TNI dan Polri melakukan penjagaan berlapis. Mahasiswa Papua minta perlindungan, kami jamin. Juga semua keperluan mereka. Pun demikian dengan warga Tataaran, keamanan dan kenyamanan kami jamin. Sehingga kami minta jangan pernah termakan isu-isu yang memprovokasi," ujar Letkol Teguh Heri Susanto, Dandim 1302 Minahasa.

Dikatakannya, upaya perdamaian pasti ditempuh pihaknya. Hanya saja, mereka masih menunggu waktu yang tepat untuk itu. Menunggu situasi yang sempat memanas, kembali kondusif. "Kita pasti tempuh itu, tapi sampai kondisi kembali dingin. Sebelumnya juga TNI dan Polri, bersama pihak pemerintah telah mengadakan pertemuan dengan tokoh-tokoh masyarakat. Bagaimana seharusnya ke depan," jelasnya.

Letkol Teguh pun tak henti-hentinya meminta semua kalangan masyarakat agar tenang. Jangan termakan dengan isu-isu provokasi yang sengaja ingin memperkeruh situasi. "Masyarakat tetap tenang, jangan termakan isu. Kita TNI dan Polri telah bekerja semaksimal mungkin untuk persoalan ini. Kita bisa beri keamanan untuk semua," pintanya.
Senada juga dilakukan oleh pihak Rektorat Unima. Upaya mendamaikan kedua belah pihak terus dilakukan pihaknya. Dan itu pun, tentu bekerjasama dengan pihak-pihak terkait lainnya. "Pak Rektor mengatakan, Rektorat pasti berupaya keras untuk menciptakan situasi damai. Namun itu tentu butuh proses, apalagi dampak dari kisruh tertsebut lumayan besar karena ada korban jiwa," ujar Humas Unima Jonly Tendean.

Menurut instruksi Rektor, kata dia, aktivitas perkuliahan tetap jalan. Soalnya kabar yang beredar bahwa rektoran memberikan libur, itu tak benar. "Pak Rektor menginstruksikan perkuliahan tetap jalan. Apalagi ada beberapa jurusan yang sedang mid semester. Mungkin kalau ada yang bilang libur, itu interen dosen mata kuliah masing-masing," tuturnya.
Niat untuk berdamai pun datang dari mahasiswa Papua. Nico Demus Rembe Ketua Ikatan Mahasiswa Indonesia Papua (IMIPA) Cabang Tondano menuturkan semua mahasiswa Papua mengharapkan kasus tersebut secepatnya selesai, agar suasana kembali harmonis dan kondusif.

Di Share Oleh: P. L

0 komentar:

Visitor In Blog IMIPA SULUT

Popular Posts

Recent Posts

Terjemahkan

Berita Yang Dikuti

Pelajaran dan Berita Lainnya Disini